Hutan tropis menyimpan kekayaan berharga, mulai dari kayu, kayu bakar, hingga daging satwa liar. Semua ini adalah sumber daya bersama (common-pool resources): jumlahnya terbatas, dipakai banyak orang, dan tidak ada pemilik tunggal. Kalau setiap orang hanya mengejar kepentingan pribadi, sumber daya ini akan cepat terkuras.

Lalu, apa yang membuat orang mau menggunakan sumber daya itu secara adil dan berkelanjutan serta ikut menjaga agar orang lain melakukan hal yang sama?

Itulah pertanyaan utama yang dijawab dalam studi terbaru oleh Arild Angelsen dan Julia Naime, peneliti dari Center for International Forestry Research dan World Agroforestry (CIFOR-ICRAF) bersama Norwegian University of Life Sciences (NMBU).

Berbagi sumber daya itu mirip dengan membagi kue di pesta ulang tahun anak-anak: kita sering dihadapkan pada pilihan sulit yaitu ambil sebanyak-banyaknya sekarang, atau sisakan untuk orang lain dan untuk dinikmati nanti?

Inilah yang dikenal sebagai “tragedi sumber daya bersama” (tragedy of the commons). Tetapi, seperti ditulis Arild Angelsen dan Julia Naime, tragedi ini sebenarnya bukan sesuatu yang pasti terjadi.

Untuk menjaga sumber daya bersama tetap lestari, sebuah kelompok butuh dua hal: cukup banyak orang yang mau bekerja sama, dan aturan tegas bagi mereka yang memilih jadi “penumpang gratis” (free-rider).

Masalahnya, hukuman sering menimbulkan perlawanan. Mereka yang berani menegur bisa jadi sasaran balas dendam—baik dari yang dihukum, maupun dari free-rider lain yang lolos.

Ingat masa sekolah? Hampir tak ada yang mau dicap sebagai tukang mengadu, meski teman sekelasnya bikin ulah.

Hal yang sama terjadi di dunia orang dewasa. Banyak yang akhirnya memilih diam, meski tahu itu merugikan kepentingan bersama.